Sabtu, 28 April 2012

LANDASAN TEORI ILMIYAH

Ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis atau suatu sistem penjelasan saling berhubungan di antara pristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan demikian ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari componen-komponen yang saling berkaitan atau dikoodinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberikan penjelasan termaksud. saling kaitan di antara segenap componen itu merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah.


PEMBAHASAN
LANDASAN METODE ILMIAH

A.    Pendahuluan
Ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis atau suatu sistem penjelasan saling berhubungan di antara pristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan demikian ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari componen-komponen yang saling berkaitan atau dikoodinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberikan penjelasan termaksud. saling kaitan di antara segenap componen itu merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah.
Sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur, sebagai berikut :
  1. Jenis-jenis sasaran
  2. Bentuk –bentuk pernyataan
  3. Ragam-ragam proposisi
  4. Ciri-ciri  pokok
  5. Pembagian sistematis.

Penjelasan
  1. Jenis-jenis sasaran
Sasaran atau objek pengetahuan ilmiah itu perlulah diberikan penjelasan yang memadai. Setiap cabang ilmu khusus mempunyai obyek sebenarnya (proper object) yang dapat dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah fenomena di dunia ini yang ditelaah oleh ilmu, sedangkan obyek formal adalah pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu. Penggabungan antara obyek material dengan obyek formal merupakan pokok soal tertentu yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah merupakan obyek yang sebenarnya dari cabang ilmu  yan bersangkutan.[1]
  1. Bentuk-bentuk Pernyataan-pernyataan
Bentuk-bentuk pernyataan yang memuat pengetahuan ilmiah dapat mempunyai empat bentuk :
a.           Deskripsi
Ini merupakan kumpulan pernyataan bercorak  deskriptif dengan memberikan mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena yang bersangkutan. Bentuk ini umumnya terdapat pada cabang-cabang ilmu khusus terutama yang bercorak deskriptif seperti ilmu anatomi atau geografi.
b.          Preskripsi
Ini merupakan kumpulan pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan obyek sederhana itu. Bentuk ini dapat dijumpai dalam cabang-cabang ilmu sosial.
c.           Eksposisi pola
Bentuk ini merangkum pernyataan-pernyataan yng memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah, misalnya dalam antropologi dapat dipaparkan pola-pola kebudayaan berbagai suku bangsa atau dalams sosiologi dibeberkan pola-pola perubahan masyarakat perdesaan menjadi masyarakat perkotaan.
d.          Rekonstruksi historis
Bentuk ini menerangkan pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau yang jauh baik secara alamiah atau karena campur tangan manusia. Cabang-cabang ilmu khusus yang banyak mengandung bentuk pernyataan ini misalnya ialah historiografi, ilmu purba kala dan lain-lain. [2]    
  1. Ragam-ragam proposisi-proposisi
Ragam Proposisi-proposisi dapat dibedakan menjadi tiga ragam sebagai asas, kaeda dan teori.
a.           Asas ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengadung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati ; seringkali terutama dalam rumpun ilmu sosial juga diartikan sebagai sebuah proposisi yang dapat secukupnya diterapkan pada serangkaian peristiwa untuk menjadi statu pedoman dalam melakukan tindakan-tindakan. Asas ilmiah dalam arti yang pertama misalnya ialah asas peredaran planet berdasarkan pengamatan dalam astronomi yang menyatakan bahwa makin dekat sesuatu planet dengan matahari, makin pendek masa perputaranya
b.          Kaedah Ilmiah
Statu kaedah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah hádala sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenaraanya di antara fenomena sehingga umumnya berlaku pula untuk berbagai fenomena yang sejenis. Contohnya ialah hukum gaya berat yang terkenal dari Newton atau kaedah Boyle dalam ilmu kimiah bahwa volume suatu gas berubah secara terbalik dengan tekanan bila mana suhu tetap dipertahankan sama.
c.           Teori ilmiah                                                                      
Suatu teori dalam scientific knowlege adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberikan penjelasan menganai sejumlah fenomena. Misalnya teori Darwin tentang evolusi organismo hidup yang menerangkan bahwa bentuk-bentuk organismo yang lebih rumit berasal dari sejumlah kecil bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan primitif dalam perkembangannya secara evolusioner sepanjang masa.
  1. Ciri-ciri pokok pengetahuan ilmiah
Ciri pokok yang pertama bagi setiap cabang ilmu khusus haruslah sistematisasi pada pengetahuan ilmiah yang bersangkutan. Setiap pengetahuan ilmiah harus mengandung saling pertalian yang sistematik dari fakat-fakta. Ciri-ciri tersebut harus dilengkapi degnan ciri-ciri pokok selanjutnya, yaitu keumuman (generalitiy), rasionalitas, obyektivitas, kemampuan diperiksa kebenarannya (verifiabilitiy), dan kemampuan menjadi milik umum (com munality).[3]   
  1. Pembagian sistematis
Pengetahuan ilmiah itu perlu dibagi secara sistematis dan diperinci lebih lanjut dalam cabang-cabang ilmu khusus yang boleh dikatakan merupakan isi substantif dari ilmu. Sebagai contoh ilmu Kimia kemudian dibagi lagi menjadi ilmu kimia anorganik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisis dan kimia nuklir.[4]

Dari uraian struktur diatas dapat di lihat gambar berikut ini.











Gambar 1. Struktur Pengetahuan Ilmiah
                                                   

                                                                                       1) Objek Material
 


a.       Objek Sebenarnya
                                                                                        2) Objek Formal – Pusat
                                                                                             Perhatian
 


b.      Bentuk Pernyataan      1) Deskripsi
                                                                                         2) Preskripsi
                                                                                         3) Eksposisi Pola
                                                                                         4) Rekonstrusi historis
 


c.       Ragam Proposisi          1) Asas Ilmiah
Pengetahuan Ilmiah                                                         2) Kaidah Ilmiah
                                           3) Teori Ilmiah
 


d.      Ciri Pokok                    1) Sistematisasi
                                            2) Keumuman
                                            3) Rasionalitas
                                            4) Obyektivitas
                                            5) Verifiabilitas
                                            6) Komunalitas 
e.       Pembagian sistematis 

Dalam mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan , seseorang harus menggunakan beberapa cara salah satunya dengan metode ilmiah. Untuk itulah penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang metode ilmiah

B.     Konsep Dan Pernyataan Ilmiah
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat.[5]
Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme, atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
Salah satu cara yang digunakan untuk membedakan antara ilmu dan bukan ilmu adalah konsep falsifiabilitas. Konsep ini digagas oleh Karl Popper pada tahun 1919-20 dan kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1960-an. Prinsip dasar dari konsep ini adalah, sebuah pernyataan ilmiah harus memiliki metode yang jelas yang dapat digunakan untuk membantah atau menguji teori tersebut. Misalkan dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
Para ahli memiliki definisi tersendiri dalam memberi definisi untuk suatu pengertian. Untuk menjelaskan definisi tentang sebuah makna kata konsep, para ahli juga memiliki pandanagan yang berbeda. Berikut ini adalah definisi pengertian definisi konsep menurut para ahli:
1.      Woodruf mendefinisikan konsep sebagai adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.
2.      Dari wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Konsep merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Pengertian Konsep sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya. Konsep juag dapat diartikan pembawa arti.
3.      Pengertian Konsep sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya. Konsep juga dapat diartikan pembawa arti.
4.      Soedjadi mendefinisikan konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menagadakan klasifikasi atau penggolongan yang apad umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangakaian kata.
5.      Bahri menjelaskan konsep adalah satuan ahli yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.[6]
C.    Defenisi Metode Ilmiah.
Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisik. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan tentang
suatu kebenaran. Kriteria metode ilmiah :
1. Berdasarkan fakta (bukan kira-kira, khayalan, legenda)
2. Bebas dari prasangka (tidak subyektif)
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisis (kausalitas & pemecahan
masalah berdasarkan analisis yang logis)
4. Menggunakan hipotesis (sebagai pemandu jalan pikiran
menuju pencapaian tujuan)
5. Menggunakan ukuran obyektif (bukan berdasarkan perasaan)
6. Menggunakan teknik kuantifikasi (nominal, rangking, rating)
Karakteristik metode ilmiah :
1.      Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya
proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan
menentukan metode untuk pemecahan masalah.
2.      Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah.
Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-
bukti yang tersedia
3.      Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain
dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
4.      Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan
dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan.
5.      Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan
pada fakta di lapangan.
Ciri-ciri penelitian ilmiah adalah:
1.      Purposiveness, fokus tujuan yang jelas;
2.      Rigor, teliti, memiliki dasar teori dan disain metodologi yang baik;
3.      Testibility, prosedur pengujian hipotesis jelas
4.      Replicability, Pengujian dapat diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis;
5.      Objectivity, Berdasarkan fakta dari data aktual : tidak subjektif dan emosional;
6.      Generalizability, Semakin luas ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna;
7.      Precision, Mendekati realitas dan confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat;
8.      Parsimony, Kesederhanaan dalam pemaparan masalah dan metode penelitiannya. [7]
Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut :
  1. Karakteristik (pengamatan dan pengukuran)
  2. Hipotesis (penjelasan teoritis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)
  3. Prediksi (deduksi dari hipotesis)
  4. Eksperimen (pengujian atas semua hal diatas)
Penjelasan :
1.      Karakterisasi
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia.  Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regrasi.[8]

Umumnya ada empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :
a.       Sistematik.
Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
b.      Logis.
Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
c.       Empirik.
Artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan penelitian empirik ada tiga yaitu :
1)      Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain)
2)      Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu
3)      Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya (ada hubungan sebab akibat)

2.      Replikatif.
Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.
3.      Prediksi dari hipotesis
Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.
4.      Eksperimen
Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut. Hasil eksperimen tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan suatu hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi dari hipotesis. Bergantung pada prediksi yang dibuat, berupa-rupa eksperimen dapat dilakukan. Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi arkeologis. Eksperimen bahkan dapat berupa mengemudikan pesawat dari New York ke Paris dalam rangka menguji hipotesis aerodinamisme yang digunakan untuk membuat pesawat tersebut. Pencatatan yang detail sangatlah penting dalam eksperimen, untuk membantu dalam pelaporan hasil eksperimen dan memberikan bukti efektivitas dan keutuhan prosedur yang dilakukan. Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.
Langkah-langkah metode ilmiah:
a.       memilih dan mendefinisikan masalah
b.      survei terhadap data yang tersedia
c.       memformulasikan hipotesa
d.      membangun kerangka analisa serta alat-alat  dalam menguji hipotesa
e.       mengumpulkan data primer
f.       mengolah,menganalisa serta membuat interpretasi
g.      membuat generalisasi dan kesimpulan
h.      membuat laporan.
Pelaksanaan metode ilmiah meliputi enam tahap, yaitu:
1.              Merumuskan masalah..
2.              Mengumpulkan keterangan.
3.              Menyusun hipotesis
4.              Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
5.               Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan.
6.              Menguji kesimpulan.[9]
D.    Hipotesis metode Ilmiah
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo= di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.[10]
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.[11]
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.[12]
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka…) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya yaitu Penelitian sosial.[13]
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.[14]
E.     Kegunaan Hipotesis
Kegunaan hipotesis secara garis besar adalah:[6][15]
1.      Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2.      Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3.      Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Oleh karena itu, kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat tergantung pada:
1.      Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.
2.      Imajinasi dan pemikiran kreatif dari si peneliti.
3.      Kerangka analisa yang digunakan oleh si peneliti.
4.      Metode dan desain penelitian yang dipilih oleh peneliti.[16]


F.     Karakteristik Hipotesis
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:[10][17]
  1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
  2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
  3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
  4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
  5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode observasi, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
  6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
  7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit 
G.    Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum
Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:[11]
1.      Penentuan masalah. Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2.      Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis). Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3.      Pengumpulan fakta. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4.      Formulasi hipotes. Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.
5.      Pengujian hipotesa, artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasi dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6.      Aplikasi/penerapan. apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.[18]
H.    Jenis-Jenis Hipotesis
1.      Hipotesis tentang perbedaan vs hubungan
Hipotesis jenis ini merupakan hipotesis tentang hubungan analitis yakni secara analisis menyatakan hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat lainnya. Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis ini mendasari teknik penelitian korelasional atau regresi. Hipotesis tentang perbedaan adalah pernyataan yang menyatakan adanya ketidaksamaan antarvariabel tertentu karena adanya pengaruh yang berbeda-beda. Hipotesis ini mendasari teknik penelitian komparatif. 
2.      Hipotesis kerja vs hipotesis nol
Hipotesis kerja adalah pernyataan rekaan yang hasil pengujiannya diterima, sedangkan hipotesis nol adalah penyataan rekaan yang hasil pengujiannya ditolak. Dalam rangka pengolahan data hipotesis ini disebut hipotesis stastistik. Jadi dalam sebuah penelitian dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, terdapat dua macam hipotesis, yaitu :
a.       Hipotesis penelitian yang diungkapkan dalam bentuk kalimat pernyataan. Misalnya, terdapat hubungan atau perbedaan anatara variabel x dengan variabel y. hipotesis tersebut dilambangkan dengan ‘Ha” atau “H1” apabila terdapat hubungan dan “H0” apabila tidak terdapat hubungan atau perbedaan.
b.      Hipotesis statistik adalah hipotesis yang dilambangkan dengan rumus-rumus statistik. Misalnya, terdapat hubungan antara  variabel x dengan variabel y, untuk “H0” dilambangkan dengan Py = 0 dan “Ha” / “H1” dilambangkan dengan Py > 0. Sedangkan apabila hipotesis penelitiannya “terdapat perbedaan variabel x dengan variabel y, maka hipotesis statistiknya untuk “H0” dilambangkan dengan M = 0 dan untuk “Ha” / “H1” dilambangkan dengan M ≠ 0.
3.      Hipotesis ideal vs common sense (akal sehat)
Hipotesis common sense biasanya menyatakan hubungan kegiatan terapan. Misalnya, hubungan antara tenga kerja dengan luas garapan, hubungan antara tenaga kerja dengan jumlah siswa ddalam satu kelas. Sebaliknya, hipotesis yang menyatakan hubungan yang kompleks dinamakan hipotesis ideal. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji adanya hubungan yang logis antara keseragaman-keseragaman pengalaman empiris. Misalnya, kita mempunyai keseragaman empiris dan hubungan antar sekolah; sekolah yang berlokasi di tengah-tengah pemukiman penduduk, sekolah yang berlokasi di tengah-tengah pusat perbelanjaan, sekolah yang berlokasi di tengah-tengah lingkungan industri, sekolah yang berlokasi di tengah-tengah perkantoran dan sebagainya. Contoh, hubungan anatar prestasi belajar siswa dengan sekolah yang berlokasi di pusat perbelanjaan, hubungan motivbasi belajart siswa dengan sekolah yang di tengah-tengah pemukiman penduduk.
I.       Menguji Hipotesis
Hipotesis berfungsi untuk memberi suatu penyataan terkaan tentang hubungan tentative antara fenomena-fenomena dalam penelitian. Kemudian hubungan tersebut diuji validitas dan reliabilitasnya menurut teknik-teknik yang sesuai untuk keperluan pengujian. Untuk menguji hipotesis diperlukan :
a.       Data atau fakta dan kerangka pengujian hipotesis harus ditetapkan dahulu sebelum si peneliti mengumpulkan data
b.      Pengetahuan yang luas tentang kerangka teori, penguasaan penggunaan teori secara logis, statistik dan teknik-teknik pengujian. Cara pengujian hipotesis tergantung pada metode desain penelitian yang digunakan.[19]
J.      Hakikat Teori
Secara umum teori diartikan sebagai pendapat. Sedangkan dalam pengertian khusus, teori hanya digunakan dalam lingkungan ilmu atau biasa disebut teori ilmiah. Dalam pengertian khusus ini, Kerlinger (1973:9) menyatakan bahwa :  A theory is a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaning and predicting the phenomena.”[20]
Di dalam definisi ini terkandung tiga konsep penting. Pertama, suatu teori adalah satu set proposisi yang terdiri atas konsep-konsep yang berhubungan. Kedua, teori memperlihatkan hubungan antarvariabel atau antar konsep yang menyajikan suatu pandangan yang sistematik tentang fenomena. Ketiga, teori haruslah menjelaskan variabelnya dan bagaimana variabel itu berhubungan.
Dengan demikian, teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari ilmu (tool of science). Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong teori. Sebagai alat dari ilmu, teori mempunyai peranan sebagai : (a) teori sebagai orientasi utama dari ilmu, (b) teori sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d) teori memprediksi fakta-fakta, dan (e) teori memperjelas celah kosong. Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang berpencar. Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin banyak pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
Secara ringkas, Ismaun (2001:32) mengemukakan bahwa teori adalah pernyataan yang berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan subtantif. Menemukan keteraturan itulah tugas ilmuwan, dan dengan kemampuan kreatif rekayasanya, ilmuwan dapat membangun keteraturan rekayasa. Keteraturan rekayasa ini dapat dibedakan dalam tiga keteraturan, yaitu : (1) keteraturan alam, (2) keteraturan kehidupan sosial manusia dan (3) keteraturan rekayasa teknologi.
Dari sini timbul pertanyaan bagaimana implikasi dan implementasi teori terhadap ketiga hukum keteraturan tersebut ?[21]
Alam semesta ini memiliki keteraturan yang determinate. Ilmu-ilmu kealaman biasa disebut hard science, karena segala proses alam yang berupa anorganik sampai organik dan hubungan satu dengan lainnya dapat dieksplanasikan dan diprediksikan relatif tepat.
Memang, hingga sejauh ini kemampuan manusia dalam membangun berbagai teori tentang kealaman (natura), baik yang organik maupun anorganik, sudah begitu maju dan canggih. Dengan kemajuan teori ini, manusia mampu memperlakukan alam sedemikian rupa, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan kemajuan peradaban manusia itu sendiri. Namun di sisi lain, kadang kala manusia menjadi kebabalasan dalam memperlakukan alam serta mengekploitasinya diluar batas kendali. Tak heran, akibatnya alam pun menjadi marah dan tidak ramah lagi. Contoh, kasus penebangan pohon dan penggundulan hutan secara membabi-buta, serta menghilangkan daerah-daerah resapan air yang berubah menjadi “hutan beton” telah menimbulkan terjadinya banjir di mana-mana. Begitu juga, kasus pemanasan global dan rusaknya lapisan ozon merupakan cerminan dari ketidakarifan manusia dengan ilmu dan teori yang dimilikinya dalam memperlakukan alam.
Dengan demikian, kiranya dibutuhkan kesadaran moral dan kearifan yang tinggi manakala manusia hendak mengembangkan dan memanfaatkan teori-teori tentang kealaman. Sehingga pada akhirnya segala teori yang ditemukan benar-benar dapat menjadikan berkah bagi kehidupan manusia dan tidak sebaliknya.
Hidup manusia memiliki keragaman yang sangat luas. Faktor dan variabel yang berperan dalam kehidupan manusia pun sangat banyak dan kita tidak selalu dapat memprediksikannya selalu linier. Oleh karena itu, ilmu tentang kehidupan manusia ini termasuk soft science yang bersifat indeterminate.
Meski kemajuannya tidak sehebat ilmu dan teori dalam bidang keteraturan alam (hard science), ternyata ilmu tentang kehidupan manusia pun atau soft science mengalami perkembangan yang signifikan. Perubahan dan kemajuan ilmu tentang kehidupan manusia atau soft science ini sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari akibat kemajuan kedua hukum keteraturan lainnya.
Sebagai contoh, ketika manusia mampu menciptakan teknologi komputer atau transportasi, maka secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola hidup manusia itu sendiri, baik dalam hal ekonomi, sosial, politik, atau pun dalam perilaku sehari-hari. Pada gilirannya hal ini mendorong pula untuk berkembangnya ilmu dan teori tentang kehidupan manusia, seperti teori ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya.
Yang menjadi persoalan ketika perkembangan ilmu dan teori tentang kehidupan manusia atau soft science ini tidak disertai dengan etik dan moral, maka yang terjadi justru kemunduran dan proses dehumanisasi yang menghilangkan fitrah kemanusiaan. Contoh kasus seperti terjadi di Indonesia, bahwa sejalan dengan perkembangan teori moneter yang berorientasi global seperti sekarang ini, di mana uang pun dapat dijadikan sebagai komoditi. Maka yang terjadi, banyak orang beramai-ramai untuk menjadi spekulan mata-uang, dengan cara memborong Dollar. Akibatnya mata-uang rupiah menjadi tidak stabil dan sistem perekonomian pun menjadi gonjang-ganjing.[22]
Keteraturan alam yang determinate, dapat dibedakan menjadi dua; yakni keteraturan substantif dan keteraturan esensial. Pohon mangga Arumanis akan berbuah mangga Arumanis. Ketika ilmuwan berupaya menemukan esensi pohon mangga yang tahan hama penyakit, ilmuwan berupaya membuat rekayasa agar dapat diciptakan pohon mangga baru manalagi yang enak buahnya, banyak buahnya, dan pohonnya tahan hama penyakit, di sini nampak bahwa ilmuwan mencoba menemukan keteraturan esensial pada benda organik. Produk teknologi merupakan produk kombinasi antara pemahaman ilmuwan tentang keteraturan esensial yang determinate dengan upaya rekayasa kreatif manusia mengikuti hukum keteraturan alam.
Yang menjadi persoalan dari kemajuan rekayasa teknologi adalah ketika ilmuwan telah berhasil mengembangkan teknologi cloning pada kambing dengan maksud untuk mendapatkan jenis varietas unggul yang persis sama dengan “induknya”. Bagaimana kalau diujicobakan pada pada manusia ? Seandainya ini terjadi, maka penduduk dunia ini akan di isi dengan manusia-manusia yang sejenis dan banyak kemiripan, akan didapatkan ribuan duplikat Einstein yang sangat genius atau bahkan ribuan duplikat Fira’un yang sangat zalim. Jelas, semua ini mengingkari fitrah manusia dan tidak boleh terjadi dan seharusnya rekayasa teknologi tidak dimaksudkan ke arah itu.[23]
K.    KESIMPULAN
Konsep sebagai adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu
Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisik. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan tentang
suatu kebenaran.
 Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, sedangkan  Tujuan penelitian merupakan satuan yang selaras dari perumusan masalah dan manfaat penelitian. Secara umum, tujuan penelitian adalah pernyataan jawaban atas pertanyaan mengapa anda ingin melakukan penelitian tersebut.
Teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari ilmu (tool of science). Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong teori. Sebagai alat dari ilmu, teori mempunyai peranan sebagai : (a) teori sebagai orientasi utama dari ilmu, (b) teori sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d) teori memprediksi fakta-fakta, dan (e) teori memperjelas celah kosong. Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang berpencar. Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin banyak pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.






Daftar Pustaka
The Liang Gie. Pengantar filsafat Ilmu, Yogyakarta : Liberty, 1991




Soekadijo, Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993

Vardiansyah, Dani, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta : Indekls, 2008

Leedy, Paul.D. and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research Edisi 8, Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall, 2005

Creswell, John W, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Second Edition, California : Sage Publication, 2003

Wahidin, Khaerul, dkk., Metode Penelitian, Cirebon : STAIN Press, 2002

Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah

Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan. Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm. Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia



[1] The Liang Gie. Pengantar filsafat Ilmu, Yogyakarta : Liberty, 1991, h 136
[2] The Liang Gie. Pengantar filsafat Ilmu. h 141-142
[3] The Liang Gie. Pengantar filsafat Ilmu. h 148
[4] The Liang Gie. Pengantar filsafat Ilmu. h 160
[6] Ibid
[10] Soekadijo, Logika Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm 78

[11] Vardiansyah, Dani, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta : Indekls, 2008, Hal.10
[12] Leedy, Paul.D. and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research Edisi 8, Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall, 2005, Hal. 156-209
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Creswell, John W, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Second Edition, California : Sage Publication, 2003, Hal. 73
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Wahidin, Khaerul, dkk., Metode Penelitian, Cirebon : STAIN Press, 2002, hal. 114.
[20] Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah, hlmn 33

[21] Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.hlm 78

[22] Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan. Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm. Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm 23

[23] Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung PS-IKIP Bandung.hlm 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar