PEMBAHASAN
LANDASAN
METODE ILMIAH
A. Pendahuluan
Ilmu dalam
pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai
dasar teoritis untuk tindakan praktis atau suatu sistem penjelasan saling
berhubungan di antara pristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan demikian ilmu
sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari componen-komponen yang
saling berkaitan atau dikoodinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberikan
penjelasan termaksud. saling kaitan di antara segenap componen itu merupakan
struktur dari pengetahuan ilmiah.
Sistem
pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur, sebagai berikut :
- Jenis-jenis
sasaran
- Bentuk
–bentuk pernyataan
- Ragam-ragam
proposisi
- Ciri-ciri pokok
- Pembagian
sistematis.
Penjelasan
- Jenis-jenis
sasaran
Sasaran
atau objek pengetahuan ilmiah itu perlulah diberikan penjelasan yang memadai.
Setiap cabang ilmu khusus mempunyai obyek sebenarnya (proper object) yang dapat
dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah
fenomena di dunia ini yang ditelaah oleh ilmu, sedangkan obyek formal adalah
pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu. Penggabungan
antara obyek material dengan obyek formal merupakan pokok soal tertentu yang
dibahas dalam pengetahuan ilmiah merupakan obyek yang sebenarnya dari cabang
ilmu yan bersangkutan.[1]
- Bentuk-bentuk
Pernyataan-pernyataan
Bentuk-bentuk
pernyataan yang memuat pengetahuan ilmiah dapat mempunyai empat bentuk :
a.
Deskripsi
Ini merupakan kumpulan
pernyataan bercorak deskriptif dengan
memberikan mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya
dari fenomena yang bersangkutan. Bentuk ini umumnya terdapat pada cabang-cabang
ilmu khusus terutama yang bercorak deskriptif seperti ilmu anatomi atau
geografi.
b.
Preskripsi
Ini merupakan kumpulan
pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan petunjuk-petunjuk atau
ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya
dilakukan dalam hubungannya dengan obyek sederhana itu. Bentuk ini dapat
dijumpai dalam cabang-cabang ilmu sosial.
c.
Eksposisi pola
Bentuk ini merangkum
pernyataan-pernyataan yng memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri,
kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah, misalnya dalam
antropologi dapat dipaparkan pola-pola kebudayaan berbagai suku bangsa atau
dalams sosiologi dibeberkan pola-pola perubahan masyarakat perdesaan menjadi
masyarakat perkotaan.
d.
Rekonstruksi historis
Bentuk ini menerangkan
pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan
penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau
yang jauh baik secara alamiah atau karena campur tangan manusia. Cabang-cabang
ilmu khusus yang banyak mengandung bentuk pernyataan ini misalnya ialah
historiografi, ilmu purba kala dan lain-lain. [2]
- Ragam-ragam
proposisi-proposisi
Ragam Proposisi-proposisi dapat dibedakan menjadi tiga ragam sebagai asas,
kaeda dan teori.
a.
Asas ilmiah
Suatu asas
atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengadung kebenaran umum berdasarkan
fakta-fakta yang telah diamati ; seringkali terutama dalam rumpun ilmu sosial
juga diartikan sebagai sebuah proposisi yang dapat secukupnya diterapkan pada
serangkaian peristiwa untuk menjadi statu pedoman dalam melakukan
tindakan-tindakan. Asas ilmiah dalam arti yang pertama misalnya ialah asas
peredaran planet berdasarkan pengamatan dalam astronomi yang menyatakan bahwa
makin dekat sesuatu planet dengan matahari, makin pendek masa perputaranya
b.
Kaedah Ilmiah
Statu kaedah
atau hukum dalam pengetahuan ilmiah hádala sebuah proposisi yang mengungkapkan
keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenaraanya di antara
fenomena sehingga umumnya berlaku pula untuk berbagai fenomena yang sejenis.
Contohnya ialah hukum gaya berat yang terkenal dari Newton atau kaedah Boyle
dalam ilmu kimiah bahwa volume suatu gas berubah secara terbalik dengan tekanan
bila mana suhu tetap dipertahankan sama.
c.
Teori ilmiah
Suatu teori dalam
scientific knowlege adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan
secara logis untuk memberikan penjelasan menganai sejumlah fenomena. Misalnya
teori Darwin tentang evolusi organismo hidup yang menerangkan bahwa
bentuk-bentuk organismo yang lebih rumit berasal dari sejumlah kecil
bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan primitif dalam perkembangannya secara
evolusioner sepanjang masa.
- Ciri-ciri
pokok pengetahuan ilmiah
Ciri pokok yang pertama bagi setiap cabang ilmu khusus haruslah
sistematisasi pada pengetahuan ilmiah yang bersangkutan. Setiap pengetahuan ilmiah harus mengandung saling
pertalian yang sistematik dari fakat-fakta. Ciri-ciri tersebut harus dilengkapi
degnan ciri-ciri pokok selanjutnya, yaitu keumuman (generalitiy), rasionalitas,
obyektivitas, kemampuan diperiksa kebenarannya (verifiabilitiy), dan kemampuan
menjadi milik umum (com munality).[3]
- Pembagian
sistematis
Pengetahuan ilmiah itu perlu dibagi secara sistematis dan diperinci lebih
lanjut dalam cabang-cabang ilmu khusus yang boleh dikatakan merupakan isi
substantif dari ilmu. Sebagai
contoh ilmu Kimia kemudian dibagi lagi menjadi ilmu kimia anorganik, kimia
organik, kimia analitis, kimia fisis dan kimia nuklir.[4]
Dari uraian
struktur diatas dapat di lihat gambar berikut ini.
Gambar 1.
Struktur Pengetahuan Ilmiah
a. Objek Sebenarnya
2) Objek Formal – Pusat
Perhatian
b. Bentuk
Pernyataan 1) Deskripsi
2) Preskripsi
3) Eksposisi Pola
4) Rekonstrusi historis
c. Ragam Proposisi 1) Asas Ilmiah
Pengetahuan Ilmiah
2) Kaidah Ilmiah
3)
Teori Ilmiah
d. Ciri Pokok 1) Sistematisasi
2)
Keumuman
3)
Rasionalitas
4)
Obyektivitas
5)
Verifiabilitas
6) Komunalitas
e. Pembagian
sistematis
Dalam mendapatkan sebuah ilmu
pengetahuan , seseorang harus menggunakan beberapa cara salah satunya dengan
metode ilmiah. Untuk itulah penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang metode
ilmiah
B. Konsep Dan Pernyataan Ilmiah
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan
bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan
bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati
alam dan individual di dalam suatu masyarakat.[5]
Salah satu konsep mendasar tentang filsafat ilmu adalah empirisme,
atau ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu
pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di
sini, pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman.
Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai
pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat
selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap
sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang
bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
Salah satu cara yang digunakan untuk membedakan antara ilmu dan bukan
ilmu adalah konsep falsifiabilitas. Konsep ini digagas oleh Karl Popper
pada tahun 1919-20 dan kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1960-an. Prinsip dasar
dari konsep ini adalah, sebuah pernyataan ilmiah harus memiliki metode yang
jelas yang dapat digunakan untuk membantah atau menguji teori tersebut.
Misalkan dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin
terjadi jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
Para ahli memiliki definisi tersendiri dalam memberi definisi untuk suatu
pengertian. Untuk menjelaskan definisi tentang sebuah makna kata konsep, para
ahli juga memiliki pandanagan yang berbeda. Berikut ini adalah definisi
pengertian definisi konsep menurut para ahli:
1.
Woodruf mendefinisikan konsep
sebagai adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu
pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara
seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui
pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat
konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau
kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan
sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek
atau kejadian tertentu.
2.
Dari wikipedia bahasa Indonesia
dijelaskan bahwa Konsep merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang
menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan.
Pengertian Konsep sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan
secara merata untuk setiap extensinya. Konsep juag dapat diartikan pembawa
arti.
3.
Pengertian Konsep sendiri adalah
universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya.
Konsep juga dapat diartikan pembawa arti.
4.
Soedjadi mendefinisikan konsep
adalah ide abstrak yang digunakan untuk menagadakan klasifikasi atau
penggolongan yang apad umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangakaian
kata.
5.
Bahri menjelaskan konsep adalah
satuan ahli yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.[6]
C.
Defenisi
Metode Ilmiah.
Metode
ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisik. Ilmuwan
melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan
fenomena alam. prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan
melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis
tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Metode
ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan tentang
suatu kebenaran. Kriteria metode ilmiah :
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan tentang
suatu kebenaran. Kriteria metode ilmiah :
1. Berdasarkan fakta (bukan kira-kira, khayalan,
legenda)
2. Bebas dari prasangka (tidak subyektif)
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisis (kausalitas
& pemecahan
masalah berdasarkan analisis yang logis)
masalah berdasarkan analisis yang logis)
4. Menggunakan hipotesis (sebagai pemandu jalan
pikiran
menuju pencapaian tujuan)
menuju pencapaian tujuan)
5. Menggunakan ukuran obyektif (bukan berdasarkan
perasaan)
6. Menggunakan teknik kuantifikasi (nominal, rangking,
rating)
Karakteristik metode ilmiah :
1. Bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya
proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan
menentukan metode untuk pemecahan masalah.
proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan
menentukan metode untuk pemecahan masalah.
2. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah.
Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-
bukti yang tersedia
Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-
bukti yang tersedia
3. Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuwan lain
dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
4. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan
dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan.
dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan.
5. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan
pada fakta di lapangan.
pada fakta di lapangan.
Ciri-ciri penelitian ilmiah
adalah:
1.
Purposiveness, fokus tujuan yang
jelas;
2.
Rigor, teliti, memiliki dasar
teori dan disain metodologi yang baik;
3.
Testibility, prosedur pengujian
hipotesis jelas
4.
Replicability, Pengujian dapat
diulang untuk kasus yang sama atau yang sejenis;
5.
Objectivity, Berdasarkan fakta
dari data aktual : tidak subjektif dan emosional;
6.
Generalizability, Semakin luas
ruang lingkup penggunaan hasilnya semakin berguna;
7.
Precision, Mendekati realitas dan
confidence peluang kejadian dari estimasi dapat dilihat;
8.
Parsimony, Kesederhanaan dalam
pemaparan masalah dan metode penelitiannya. [7]
Unsur
utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut :
- Karakteristik (pengamatan dan pengukuran)
- Hipotesis (penjelasan teoritis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)
- Prediksi (deduksi dari hipotesis)
- Eksperimen (pengujian atas semua hal diatas)
Penjelasan :
1. Karakterisasi
Metode
ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam
proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan
yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat
melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud
seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat. Proses
pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti
laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau
dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Hasil pengukuran
secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk
grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti
korelasi dan regrasi.[8]
Umumnya ada empat
karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :
a.
Sistematik.
Berarti
suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola
dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
b.
Logis.
Suatu
penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta
empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah
bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa
prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari
berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir
untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat
umum.
c. Empirik.
Artinya
suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori,
yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang
kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan penelitian empirik ada
tiga yaitu :
1)
Hal-hal empirik selalu memiliki
persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain)
2)
Hal-hal empirik selalu
berubah-ubah sesuai dengan waktu
3)
Hal-hal empirik tidak bisa secara
kebetulan, melainkan ada penyebabnya (ada hubungan sebab akibat)
2. Replikatif.
Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus
diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila
dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat
replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting
bagi seorang peneliti.
3. Prediksi dari hipotesis
Hipotesis
yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut
mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan
suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan
hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut
haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau
tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut menambah
probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil
yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya
sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat
diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi
metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai
contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk
dapat dilakukan.
4. Eksperimen
Setelah
prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen
bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar
atau tidak lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan.
Jika hasil eksperimen sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh
jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut. Hasil
eksperimen tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan
meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara
mutlak bisa menyalahkan suatu hipotesis bila hasil eksperimen tersebut
bertentangan dengan prediksi dari hipotesis. Bergantung pada prediksi yang
dibuat, berupa-rupa eksperimen dapat dilakukan. Eksperimen tersebut dapat
berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi arkeologis.
Eksperimen bahkan dapat berupa mengemudikan pesawat dari New York ke Paris
dalam rangka menguji hipotesis aerodinamisme yang digunakan untuk membuat
pesawat tersebut. Pencatatan yang detail sangatlah penting dalam eksperimen,
untuk membantu dalam pelaporan hasil eksperimen dan memberikan bukti
efektivitas dan keutuhan prosedur yang dilakukan. Pencatatan juga akan membantu
dalam reproduksi eksperimen.
Langkah-langkah
metode ilmiah:
a. memilih dan mendefinisikan masalah
b.
survei terhadap data yang tersedia
c.
memformulasikan hipotesa
d.
membangun kerangka analisa serta
alat-alat dalam menguji hipotesa
e.
mengumpulkan data primer
f.
mengolah,menganalisa serta membuat
interpretasi
g.
membuat generalisasi dan
kesimpulan
h. membuat laporan.
Pelaksanaan metode
ilmiah meliputi enam tahap, yaitu:
1.
Merumuskan masalah..
2.
Mengumpulkan keterangan.
3.
Menyusun hipotesis
4.
Menguji hipotesis dengan melakukan
percobaan atau penelitian.
5.
Mengolah data (hasil)
percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan.
6.
Menguji kesimpulan.[9]
D.
Hipotesis metode
Ilmiah
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo=
di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan,
kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang
digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang
mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam
penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis,
tidak ada perbedaan makna di dalamnya.[10]
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang
masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.[11]
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah
yang akan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul
tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja
menimbulkan/ menciptakan suatu gejala.
Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.[12]
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang
dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung,
maka…) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia
hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut
hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya
dinyatakan keliru.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis
sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga
berarti sebuah pernyataan atau proposisi
yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta
ada hubungan tertentu Proposisi inilah yang
akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya yaitu Penelitian sosial.[13]
Proses pembentukan hipotesis merupakan
sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap
tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan
terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe
proposisi yang langsung dapat diuji.[14]
E.
Kegunaan Hipotesis
1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan
kerja penelitian.
2. Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar
fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang
bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta
dan antar fakta.
Oleh karena itu, kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat
tergantung pada:
1. Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang
ada.
2. Imajinasi dan pemikiran kreatif dari si peneliti.
3. Kerangka analisa yang digunakan oleh si peneliti.
4. Metode dan desain penelitian yang dipilih oleh peneliti.[16]
F.
Karakteristik Hipotesis
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan
benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun
hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut
masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga
sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya
harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:[10][17]
- Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
- Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
- Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
- Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
- Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode observasi, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
- Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
- Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit
G.
Tahap-tahap
pembentukan hipotesis secara umum
Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:[11]
1. Penentuan masalah. Dasar penalaran ilmiah ialah
kekayaan pengetahuan
ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat
tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang
sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan
perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah
mendapat bentuk perumusan masalah.
2. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary
hypothesis). Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak
dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa
preliminer, observasi
tidak akan terarah. Fakta
yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak
relevan dengan masalah
yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian,
hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian,
namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba
sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3. Pengumpulan fakta. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta
yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa
preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih
fakta.
4. Formulasi hipotes. Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau
intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa
diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai
contoh sebuah anekdot yang jelas
menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh
dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua
benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi.
5. Pengujian hipotesa, artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan
yang dapat diobservasi
dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran).
Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi(penyalahan)
jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan
hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah
oleh fakta yang dinamakan koroborasi(corroboration).
Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6. Aplikasi/penerapan.
apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah
ilmiah disebut prediksi), dan ramalan
itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat
diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.[18]
H.
Jenis-Jenis Hipotesis
1. Hipotesis tentang perbedaan vs hubungan
Hipotesis jenis ini merupakan hipotesis tentang hubungan analitis yakni
secara analisis menyatakan hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat
lainnya. Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang menyatakan
adanya hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis ini mendasari teknik
penelitian korelasional atau regresi. Hipotesis tentang
perbedaan adalah pernyataan yang menyatakan adanya ketidaksamaan antarvariabel
tertentu karena adanya pengaruh yang berbeda-beda. Hipotesis ini mendasari
teknik penelitian komparatif.
2. Hipotesis kerja vs hipotesis nol
Hipotesis kerja adalah pernyataan rekaan yang hasil pengujiannya
diterima, sedangkan hipotesis nol adalah penyataan rekaan yang hasil
pengujiannya ditolak. Dalam rangka pengolahan data hipotesis ini disebut
hipotesis stastistik. Jadi dalam sebuah penelitian dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif, terdapat dua macam hipotesis, yaitu :
a. Hipotesis penelitian yang diungkapkan dalam bentuk kalimat
pernyataan. Misalnya, terdapat hubungan atau perbedaan anatara variabel x
dengan variabel y. hipotesis tersebut dilambangkan dengan ‘Ha” atau “H1”
apabila terdapat hubungan dan “H0” apabila tidak terdapat hubungan
atau perbedaan.
b. Hipotesis statistik adalah hipotesis yang dilambangkan dengan
rumus-rumus statistik. Misalnya, terdapat hubungan antara variabel x
dengan variabel y, untuk “H0” dilambangkan dengan Py = 0
dan “Ha” / “H1” dilambangkan dengan Py > 0.
Sedangkan apabila hipotesis penelitiannya “terdapat perbedaan variabel x dengan
variabel y, maka hipotesis statistiknya untuk “H0” dilambangkan
dengan M = 0 dan untuk “Ha” / “H1” dilambangkan dengan M
≠ 0.
3. Hipotesis ideal vs common sense (akal sehat)
Hipotesis common sense biasanya menyatakan hubungan kegiatan
terapan. Misalnya, hubungan antara tenga kerja dengan luas garapan, hubungan
antara tenaga kerja dengan jumlah siswa ddalam satu kelas. Sebaliknya,
hipotesis yang menyatakan hubungan yang kompleks dinamakan hipotesis ideal.
Hipotesis ini bertujuan untuk menguji adanya hubungan yang logis antara
keseragaman-keseragaman pengalaman empiris. Misalnya, kita mempunyai
keseragaman empiris dan hubungan antar sekolah; sekolah yang berlokasi di
tengah-tengah pemukiman penduduk, sekolah yang berlokasi di tengah-tengah pusat
perbelanjaan, sekolah yang berlokasi di tengah-tengah lingkungan industri,
sekolah yang berlokasi di tengah-tengah perkantoran dan sebagainya. Contoh,
hubungan anatar prestasi belajar siswa dengan sekolah yang berlokasi di pusat
perbelanjaan, hubungan motivbasi belajart siswa dengan sekolah yang di
tengah-tengah pemukiman penduduk.
I.
Menguji Hipotesis
Hipotesis berfungsi untuk memberi suatu penyataan terkaan tentang
hubungan tentative antara fenomena-fenomena dalam penelitian. Kemudian
hubungan tersebut diuji validitas dan reliabilitasnya menurut
teknik-teknik yang sesuai untuk keperluan pengujian. Untuk menguji hipotesis
diperlukan :
a. Data atau fakta dan kerangka pengujian hipotesis harus
ditetapkan dahulu sebelum si peneliti mengumpulkan data
b. Pengetahuan yang luas tentang kerangka teori, penguasaan
penggunaan teori secara logis, statistik dan teknik-teknik pengujian. Cara
pengujian hipotesis tergantung pada metode desain penelitian yang digunakan.[19]
J.
Hakikat Teori
Secara
umum teori diartikan sebagai pendapat. Sedangkan dalam pengertian khusus, teori
hanya digunakan dalam lingkungan ilmu atau biasa disebut teori ilmiah. Dalam
pengertian khusus ini, Kerlinger (1973:9) menyatakan bahwa : A theory is a set of interrelated constructs
(concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of
phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of
explaning and predicting the phenomena.”[20]
Di
dalam definisi ini terkandung tiga konsep penting. Pertama, suatu teori adalah
satu set proposisi yang terdiri atas konsep-konsep yang berhubungan. Kedua,
teori memperlihatkan hubungan antarvariabel atau antar konsep yang menyajikan
suatu pandangan yang sistematik tentang fenomena. Ketiga, teori haruslah
menjelaskan variabelnya dan bagaimana variabel itu berhubungan.
Dengan
demikian, teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan
sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti dan juga
merupakan alat dari ilmu (tool of science). Di lain
pihak, teori juga merupakan alat penolong teori. Sebagai alat dari ilmu, teori
mempunyai peranan sebagai : (a) teori sebagai orientasi utama dari ilmu, (b)
teori sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d)
teori memprediksi fakta-fakta, dan (e) teori memperjelas celah kosong. Teori
mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti
dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan
keterangan-keterangan empiris yang berpencar. Makin banyak penelitian yang
dituntun oleh teori, maka makin banyak pula kontribusi penelitian yang secara
langsung dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
Secara
ringkas, Ismaun (2001:32) mengemukakan bahwa teori adalah pernyataan yang
berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan subtantif. Menemukan keteraturan
itulah tugas ilmuwan, dan dengan kemampuan kreatif rekayasanya, ilmuwan dapat
membangun keteraturan rekayasa. Keteraturan rekayasa ini dapat dibedakan dalam
tiga keteraturan, yaitu : (1) keteraturan alam, (2) keteraturan kehidupan
sosial manusia dan (3) keteraturan rekayasa teknologi.
Dari sini timbul pertanyaan bagaimana implikasi dan implementasi teori terhadap ketiga hukum keteraturan tersebut ?[21]
Dari sini timbul pertanyaan bagaimana implikasi dan implementasi teori terhadap ketiga hukum keteraturan tersebut ?[21]
Alam
semesta ini memiliki keteraturan yang determinate. Ilmu-ilmu kealaman biasa
disebut hard science, karena segala proses
alam yang berupa anorganik sampai organik dan hubungan satu dengan lainnya
dapat dieksplanasikan dan diprediksikan relatif tepat.
Memang,
hingga sejauh ini kemampuan manusia dalam membangun berbagai teori tentang
kealaman (natura), baik yang organik maupun anorganik, sudah begitu maju dan
canggih. Dengan kemajuan teori ini, manusia mampu memperlakukan alam sedemikian
rupa, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan kemajuan peradaban manusia itu
sendiri. Namun di sisi lain, kadang kala manusia menjadi kebabalasan dalam
memperlakukan alam serta mengekploitasinya diluar batas kendali. Tak heran,
akibatnya alam pun menjadi marah dan tidak ramah lagi. Contoh, kasus penebangan
pohon dan penggundulan hutan secara membabi-buta, serta menghilangkan
daerah-daerah resapan air yang berubah menjadi “hutan beton” telah menimbulkan
terjadinya banjir di mana-mana. Begitu juga, kasus pemanasan global dan
rusaknya lapisan ozon merupakan cerminan dari ketidakarifan manusia dengan ilmu
dan teori yang dimilikinya dalam memperlakukan alam.
Dengan
demikian, kiranya dibutuhkan kesadaran moral dan kearifan yang tinggi manakala
manusia hendak mengembangkan dan memanfaatkan teori-teori tentang kealaman.
Sehingga pada akhirnya segala teori yang ditemukan benar-benar dapat menjadikan
berkah bagi kehidupan manusia dan tidak sebaliknya.
Hidup
manusia memiliki keragaman yang sangat luas. Faktor dan variabel yang berperan
dalam kehidupan manusia pun sangat banyak dan kita tidak selalu dapat
memprediksikannya selalu linier. Oleh karena itu, ilmu tentang kehidupan
manusia ini termasuk soft science yang bersifat
indeterminate.
Meski
kemajuannya tidak sehebat ilmu dan teori dalam bidang keteraturan alam (hard
science), ternyata ilmu tentang kehidupan manusia pun atau soft
science mengalami perkembangan yang signifikan. Perubahan dan
kemajuan ilmu tentang kehidupan manusia atau soft science
ini sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari akibat kemajuan kedua hukum
keteraturan lainnya.
Sebagai contoh, ketika manusia mampu menciptakan teknologi komputer atau transportasi, maka secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola hidup manusia itu sendiri, baik dalam hal ekonomi, sosial, politik, atau pun dalam perilaku sehari-hari. Pada gilirannya hal ini mendorong pula untuk berkembangnya ilmu dan teori tentang kehidupan manusia, seperti teori ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya.
Sebagai contoh, ketika manusia mampu menciptakan teknologi komputer atau transportasi, maka secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola hidup manusia itu sendiri, baik dalam hal ekonomi, sosial, politik, atau pun dalam perilaku sehari-hari. Pada gilirannya hal ini mendorong pula untuk berkembangnya ilmu dan teori tentang kehidupan manusia, seperti teori ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya.
Yang
menjadi persoalan ketika perkembangan ilmu dan teori tentang kehidupan manusia
atau soft science ini tidak disertai dengan etik dan moral,
maka yang terjadi justru kemunduran dan proses dehumanisasi yang menghilangkan
fitrah kemanusiaan. Contoh kasus seperti terjadi di Indonesia, bahwa sejalan
dengan perkembangan teori moneter yang berorientasi global seperti sekarang
ini, di mana uang pun dapat dijadikan sebagai komoditi. Maka yang terjadi,
banyak orang beramai-ramai untuk menjadi spekulan mata-uang, dengan cara
memborong Dollar. Akibatnya mata-uang rupiah menjadi tidak stabil dan sistem
perekonomian pun menjadi gonjang-ganjing.[22]
Keteraturan
alam yang determinate, dapat dibedakan menjadi dua; yakni keteraturan
substantif dan keteraturan esensial. Pohon mangga Arumanis akan berbuah mangga
Arumanis. Ketika ilmuwan berupaya menemukan esensi pohon mangga yang tahan hama
penyakit, ilmuwan berupaya membuat rekayasa agar dapat diciptakan pohon mangga
baru manalagi yang enak buahnya, banyak buahnya, dan pohonnya tahan hama
penyakit, di sini nampak bahwa ilmuwan mencoba menemukan keteraturan esensial
pada benda organik. Produk teknologi merupakan produk kombinasi antara
pemahaman ilmuwan tentang keteraturan esensial yang determinate dengan upaya
rekayasa kreatif manusia mengikuti hukum keteraturan alam.
Yang
menjadi persoalan dari kemajuan rekayasa teknologi adalah ketika ilmuwan telah
berhasil mengembangkan teknologi cloning pada kambing dengan
maksud untuk mendapatkan jenis varietas unggul yang persis sama dengan
“induknya”. Bagaimana kalau diujicobakan pada pada manusia ? Seandainya ini
terjadi, maka penduduk dunia ini akan di isi dengan manusia-manusia yang
sejenis dan banyak kemiripan, akan didapatkan ribuan duplikat Einstein yang
sangat genius atau bahkan ribuan duplikat Fira’un yang sangat zalim. Jelas,
semua ini mengingkari fitrah manusia dan tidak boleh terjadi dan seharusnya
rekayasa teknologi tidak dimaksudkan ke arah itu.[23]
K.
KESIMPULAN
Konsep
sebagai adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu
pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara
seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui
pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat
konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau
kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan komplek, konsep merupakan
sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek
atau kejadian tertentu
Metode
ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisik. Ilmuwan
melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan
fenomena alam. prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan
melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis
tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Metode
ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan tentang
suatu kebenaran.
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan tentang
suatu kebenaran.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban
sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua
gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian
hipotesis, peneliti
dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini
disebut percobaan
atau eksperimen.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori. Hipotesis juga
berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan
bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu Proposisi inilah yang akan membentuk proses
terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian,
sedangkan Tujuan penelitian merupakan satuan yang selaras dari perumusan
masalah dan manfaat penelitian. Secara umum, tujuan penelitian adalah
pernyataan jawaban atas pertanyaan mengapa anda ingin melakukan penelitian
tersebut.
Teori
dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala
sosial maupun natura yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari ilmu (tool
of science). Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong
teori. Sebagai alat dari ilmu, teori mempunyai peranan sebagai : (a) teori
sebagai orientasi utama dari ilmu, (b) teori sebagai konseptualisasi dan
klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d) teori memprediksi fakta-fakta, dan
(e) teori memperjelas celah kosong. Teori mempunyai hubungan yang erat dengan
penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa
teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang
berpencar. Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin banyak
pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan.
Daftar Pustaka
The Liang Gie. Pengantar
filsafat Ilmu, Yogyakarta : Liberty, 1991
Soekadijo, Logika
Dasar, tradisional, simbolik, dan induktif, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1993
Vardiansyah, Dani, Filsafat
Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta : Indekls, 2008
Leedy, Paul.D. and
Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design Research Edisi 8,
Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall, 2005
Creswell, John W,
Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches,
Second Edition, California : Sage Publication, 2003
Wahidin, Khaerul,
dkk., Metode Penelitian, Cirebon : STAIN Press, 2002
Achmad Sanusi,
(1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi
Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi
Muhammadiyah
Jujun S. Suriasumantri,
(1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta :
Sinar Harapan. Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta :
Ghalia Indonesia
[1] The Liang Gie. Pengantar filsafat Ilmu,
Yogyakarta : Liberty, 1991, h 136
[2] The Liang Gie. Pengantar
filsafat Ilmu. h 141-142
[3] The Liang Gie. Pengantar
filsafat Ilmu. h 148
[4] The Liang Gie. Pengantar filsafat
Ilmu. h 160
[6] Ibid
[10] Soekadijo, Logika Dasar, tradisional, simbolik,
dan induktif, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm 78
[11] Vardiansyah,
Dani, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta : Indekls,
2008, Hal.10
[12] Leedy,
Paul.D. and Jeanne.E. Ormrod. Practical Research: Planning and Design
Research Edisi 8, Ohio : Pearson Merrill Prentice Hall, 2005, Hal.
156-209
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Creswell, John W, Research Design Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Second Edition, California :
Sage Publication, 2003, Hal. 73
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Ibid
[19]
Wahidin, Khaerul, dkk., Metode Penelitian, Cirebon : STAIN Press,
2002, hal. 114.
[20] Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi
Pendidikan, Makalah, Jakarta :
MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah, hlmn 33
[21] Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi
Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan
Tinggi Muhammadiyah.hlm 78
[22] Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan. Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm. Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian,
Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm 23
[23] Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut
dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung PS-IKIP Bandung.hlm 23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar